(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib)
Kisah ini begitu kesohor. Dengan kekuasaan-Nya, Allah l menidurkan
sekelompok pemuda yang berlindung di sebuah gua selama 309 tahun. Apa
hikmah di balik ini semua?
Ashhabul Kahfi adalah para pemuda yang diberi taufik dan ilham oleh
Allah l sehingga mereka beriman dan mengenal Rabb mereka. Mereka
mengingkari keya-kinan yang dianut oleh masyarakat mereka yang menyembah
berhala. Mereka hidup di tengah-tengah bangsanya sembari tetap
menampakkan keimanan mereka ketika berkumpul sesama mereka, karena
khawatir akan gangguan masyarakatnya. Mereka mengatakan:
رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا
“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak akan
menyeru Rabb selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah
mengucapkan perkataan yang jauh.” (Al-Kahfi: 14)
Yakni, apabila kami berdoa kepada selain Dia, berarti kami telah
mengucapkan suatu شَطَطًا (perkataan yang jauh), yaitu perkataan palsu,
dusta, dan zalim.
Allah l menyebutkan perkataan mereka selanjutnya:
هَؤُلاَءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلاَ يَأْتُونَ
عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى
اللهِ كَذِبًا
“Kaum kami ini telah mengambil sesembahan-sesembahan selain Dia. Mereka
mereka tidak mengajukan alasan yang terang (tentang keyakinan mereka?)
Siapakah yng lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 15)
Ketika mereka sepakat terhadap persoalan ini, mereka sadar, tidak
mungkin menampakkannya kepada kaumnya. Mereka berdoa kepada Allah l agar
memudahkan urusan mereka:
آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Wahai Rabb kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan sempurnakanlah
bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.” (Al-Kahfi: 10)
Mereka pun menyelamatkan diri ke sebuah gua yang telah Allah l mudahkan
bagi mereka. Gua itu cukup luas dengan pintu menghadap ke utara sehingga
sinar matahari tidak langsung masuk ke dalamnya. Kemudian mereka
tertidur dengan perlindungan dan pegawasan dari Allah selama 309 tahun.
Allah l buatkan atas kaum mereka pagar berupa rasa takut meskipun mereka
sangat dekat dengan kota tempat mereka tinggal. Allah l sendiri yang
menjaga mereka selama di dalam gua. Allah l berfirman:
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ
“Dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (Al-Kahfi: 18)
Demikianlah agar jasad mereka tidak dirusak oleh tanah. Setelah tertidur
sekian ratus tahun lamanya, Allah l membangunkan mereka لِيَتَسَاءَلُوا
(agar mereka saling bertanya), dan supaya mereka pada akhirnya
mengetahui hakekat yang sebenarnya. Allah l berfirman:
قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ
بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا
أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ
“Berkatalah salah seorang dari mereka: ‘Sudah berapa lama kalian menetap
(di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita tinggal di sini sehari atau setengah
hari.’ Yang lain berkata pula: ‘Rabb kalian lebih mengetahui berapa
lamanya kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kalian pergi ke kota membawa uang perakmu ini’.” (Al-Kahfi: 19)
Di dalam kisah ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah yang nyata. Di antaranya:
1. Walaupun menakjubkan, kisah para penghuni gua ini bukanlah ayat Allah
yang paling ajaib. Karena sesungguhnya Allah l mempunyai ayat-ayat yang
menakjubkan yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi mereka
yang mau memerhatikannya.
2. Sesungguhnya siapa saja yang berlindung kepada Allah, niscaya Allah l
melindunginya dan lembut kepadanya, serta menjadikannya sebagai sebab
orang-orang yang sesat mendapat hidayah (petunjuk). Di sini, Allah l
telah bersikap lembut terhadap mereka dalam tidur yang panjang ini,
untuk menyelamatkan
iman
dan tubuh mereka dari fitnah dan pembunuhan masyarakat mereka. Allah
menjadikan tidur ini sebagai bagian dari ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya
yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan berlimpahnya
kebaikan-Nya. Juga agar hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah itu
adalah suatu kebenaran.
3. Anjuran untuk mendapatkan
ilmu yang bermanfaat
sekaligus mencarinya. Karena sesungguhnya Allah mengutus mereka adalah
untuk hal itu. Dengan pembahasan yang mereka lakukan dan pengetahuan
manusia tentang keadaan mereka, akan menghasilkan bukti dan ilmu atau
keyakinan bahwa janji Allah adalah benar, dan bahwa hari kiamat yang
pasti terjadi bukanlah suatu hal yang perlu disangsikan.
4. Adab kesopanan bagi mereka yang mengalami kesamaran atau
ketidakjelasan akan suatu masalah ilmu adalah hendaklah mengembalikannya
kepada yang mengetahuinya. Dan hendaknya dia berhenti dalam perkara
yang dia ketahui.
5. Sahnya menunjuk wakil dalam jual beli, dan sah pula kerjasama dalam
masalah ini. Karena adanya dalil dari ucapan mereka dalam ayat:
فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَة
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19)
6. Boleh memakan makanan yang baik dan memilih makanan yang disenangi
atau sesuai selera, selama tidak berbuat israf (boros atau berlebihan)
yang terlarang, berdasarkan dalil:
فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ
“Hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19)
7. Melalui kisah ini kita dianjurkan untuk berhati-hati dan
mengasingkan diri atau menjauhi tempat-tempat yang dapat menimbulkan
fitnah dalam agama. Dan hendaknya seseorang menyimpan rahasia sehingga
dapat menjauhkannya dari suatu kejahatan.
8. Diterangkan dalam kisah ini betapa besar kecintaan para pemuda yang
beriman itu terhadap ajaran agama mereka. Dan bagaimana mereka sampai
melarikan diri, meninggalkan negeri mereka demi menyelamatkan diri dari
segenap fitnah yang akan menimpa agama mereka, ‘awaid(???)mereka pada
Allah l.
9. Disebutkan dalam kisah ini betapa luasnya akibat buruk dari
kemudaratan dan kerusakan yang berbuah kebencian dan upaya
meninggalkannya (???). Dan sesungguhnya jalan ini adalah jalan yang
ditempuh kaum mukminin.
10. Bahwa firman Allah l:
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: ‘Sungguh kami
tentu akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atas mereka’.” (Al-Kahfi:
21)
Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa masyarakat di mana mereka hidup
(setelah bangun dari tidur panjang) adalah orang-orang yang mengerti
agama. Hal ini diketahui karena mereka sangat menghormati para pemuda
itu sehingga sangat berkeinginan membangun rumah ibadah di atas gua
mereka. Dan walaupun ini dilarang –terutama dalam syariat agama kita–
tetapi tujuan diceritakannya hal ini adalah sebagai keterangan bahwa
rasa takut yang begitu besar yang dirasakan oleh para pemuda tersebut
akan fitnah yang mengancam keimanannya, serta masuknya mereka ke dalam
gua telah Allah l gantikan sesudah itu dengan keamanan dan penghormatan
yang luar biasa dari manusia. Dan ini adalah ‘awaid(???) Allah l
terhadap orang yang menempuh suatu kesulitan karena Allah, di mana Dia
jadikan baginya akhir perjalanan yang sangat terpuji.
11. Pembahasan yang berbelit-belit dan tidak bermanfaat adalah suatu hal
yang tidak pantas untuk inhimak, berdasarkan firman Allah l:
فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا
“Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang keadaan mereka, kecuali pertengkaran lahir saja.” (Al-Kahfi: 22)
12. Faedah lain dari kisah ini bahwasanya bertanya kepada yang tidak
berilmu tentang suatu persoalan atau kepada orang yang tidak dapat
dipercaya, adalah perbuatan yang dilarang. Karena Allah l menyebutkan:
وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Dan jangan pula bertanya mengenai mereka (para pemuda itu) kepada salah seorang di antara mereka itu.” (Al-Kahfi: 22)