Kategori: Majalah "Syariah" Edisi 2
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc)Perintah Allah I kepada malaikat dan Iblis untuk sujud kepada Adam u merupakan awal permusuhan Iblis kepada manusia. Ia menolak perintah itu sehingga dihukum oleh Allah I. Namun Iblis berjanji akan menyesatkan Adam u dan keturunannya. Salah satu bentuk tipu dayanya adalah berhasil menggoda Adam u untuk melanggar larangan Allah I sehingga Adam u dikeluarkan dari jannah (surga).
Allah I ingin menampakkan penghormatan malaikat kepada kepada Nabi Adam u secara lahir dan batin. Untuk itu, Allah I perintahkan para malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam u:
“Sujudlah kepada Adam!” (Al-Baqarah: 34)
Hal ini merupakan penghormatan dan penghargaan kepada Nabi Adam u dan dalam rangka ibadah, cinta dan taat kepada Allah I, serta tunduk kepada perintah-Nya. Segeralah para malaikat itu bersujud.
Namun Iblis yang berada di tengah-tengah mereka yang tentunya ikut serta mendapatkan perintah itu –Iblis itu sendiri bukan dari golongan malaikat melainkan dari golongan jin yang diciptakan dari api– justru menyimpan kekafiran kepada Allah I dan kedengkian kepada Nabi Adam u. Kufur dan rasa dengki itu membuat Iblis enggan sujud kepada Nabi Adam u. Tak cuma menunjukkan kesombongan, Iblis bahkan menyangkal perintah Allah I dan mencela kebijaksanaan-Nya. Katanya:
“Aku lebih baik darinya. Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah.” (Al-A’raf: 12)
Maka Allah I katakan:
“Wahai Iblis, apa yang menghalangimu untuk sujud kepada apa yang telah Kuciptakan dengan dua tangan-Ku? Apakah engkau sombong ataukah engkau (merasa) termasuk orang-orang yang lebih tinggi?” (Shad: 75)
Kekufuran, kesombongan, dan pembang-kangan ini merupakan sebab terusirnya dan terlaknatinya Iblis. Allah I katakan kepadanya:
“Turunlah kamu dari jannah karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” (Al-A’raf: 13)
Iblis enggan tunduk dan bertaubat kepada Rabbnya, bahkan menentang, meremehkan, dan bertekad bulat untuk memusuhi Adam u beserta anak cucunya. Ia pun menyiapkan diri saat mengetahui dirinya telah ditetapkan menjadi makhluk yang sengsara selama-lamanya. Ia, dengan ucapan dan perbuatan bersama bala tentaranya, berikrar untuk mengajak anak cucu Adam u agar menjadi golongan yang telah diputuskan untuk tinggal di rumah kehancuran (neraka). Iblis nyatakan hal itu dengan mengatakan kepada Allah I:
“Wahai Rabbku, berilah aku waktu sampai hari kebangkitan.” (Shad: 79)
Iblis benar-benar meluangkan waktu untuk menebar permusuhan di kalangan Adam u dan anak cucunya. Maka tatkala hikmah Allah I menuntut agar manusia mempunyai tabiat dan akhlak yang berbeda-beda, maka Allah I juga menentukan sesuatu yang menyebabkannya. Yaitu berupa cobaan dan ujian, dan yang terbesarnya adalah Iblis diberi kesempatan untuk mengajak anak Adam u kepada semua jenis kejahatan. Maka Allah I pun menjawab:
“Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya.” (Shad: 80-81)
Iblis menyambut jawaban itu dengan menegaskan permusuhan kepada Adam u beserta anak cucunya dan menegaskan maksiatnya kepada Allah I, katanya:
“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 16-17)
Iblis mengucapkan itu berdasarkan sangkaannya, karena ia tahu benar tabiat anak Adam u.
“Dan Iblis telah membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka, lalu mereka mengikutinya kecuali sebagian orang-orang yang beriman.” (Saba`: 20)
Allah I berikan Iblis kesempatan untuk melakukan perkara yang telah menjadi niatannya pada Adam u dan anak cucunya. Allah I katakan dalam Surat Al-Isra‘ ayat 63-64:
“Pergilah, siapa yang mengikutimu dari mereka, maka jahannamlah balasan kalian semua sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak.” (Al-Isra`: 63-64)
Yakni jika kamu mampu, jadikanlah mereka orang-orang yang menyeleweng dalam mendidik anak-anak mereka dengan didikan yang rusak dan dalam membelanjakan harta mereka kepada hal-hal yang mudharat, juga dalam mencari harta dari yang tidak baik.
Begitu pula ikut sertalah dengan mereka jika mereka makan, minum, dan berjima’, yakni ketika mereka tidak menyebut nama Allah I. Juga perintahkanlah mereka untuk tidak beriman dengan hari kebangkitan dan pembalasan serta agar mereka tidak melakukan kebajikan. Takut-takuti mereka dengan pembantu-pembantumu, berikan kekhawatiran pada mereka dengan kefakiran ketika berinfak yang baik.
Kesempatan yang Allah I berikan ini sesungguhnya demi sebuah hikmah dan rahasia yang besar. Sungguh engkau, wahai musuh yang nyata, tidak akan menyisakan sedikitpun dari kemampuanmu dalam menyesatkan mereka. Manusia yang jahat akan nampak kejahatan dan kejelekannya.
Adapun keturunan Adam u yang terpilih, baik dari kalangan para nabi dan pengikutnya, maupun orang-orang yang sangat jujur dalam beriman, dan para wali-Nya, maka Allah I tidak akan menguasakan musuh ini (Iblis) atas mereka. Bahkan Allah I menjadikan di sekitar mereka pagar pelindung yang begitu kuat, sebagai perlindungan dari Allah I.
Kategori: Majalah "Syariah" Edisi 3
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.)Iblis telah bersumpah akan menghalangi manusia dari jalan Allah. Dengan berbagai cara, ia berusaha menyesatkan manusia. Namun Allah tidak membiarkan manusia begitu saja diperdayakan Iblis.
Bagi keturunan Adam yang terpilih, maka Allah tidak akan menguasakan Iblis atas mereka. Allah I membekalinya dengan senjata yang tidak mungkin musuh bisa menandinginya, yaitu kesempurnaan iman dan tawakal mereka kepada Rabbnya.
“Sungguh mereka tidak memiliki kekuatan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Rabb mereka.” (An-Nahl: 99)
Juga Allah I membantu mereka dalam menghadapi musuh yang nyata itu di antaranya dengan menurunkan kitab-kitab yang mencakup ilmu yang bermanfaat, nasehat yang mengena yang memberi semangat untuk melakukan kebajikan dan memperingatkan dari kejelekan.
Allah I juga mengutus para rasul yang membawa kabar gembira kepada mereka yang beriman kepada Allah I dan menaati-Nya. Juga memperingatkan orang-orang kafir, yang mendustakan dan berpaling dari Allah dengan berbagai macam hukuman. Allah I menjamin bahwa orang yang mengikuti petunjuk yang terkandung di dalam kitab-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya tidak akan sesat di dunia dan tidak sengsara kelak di akhirat. Tidak merasa takut serta tidak tertimpa perasaan sedih.
Allah I membimbing mereka melalui kitab dan para rasul-Nya kepada hal-hal yang bisa melindungi mereka dari musuh yang nyata ini. Allah I pun menerangkan kepada hamba-Nya, misi yang dibawa setan dan strateginya dalam menjaring manusia ke dalam perangkapnya. Juga Allah I membimbing mereka kepada jalan yang menyelamatkan mereka dari kejahatan setan dan fitnahnya, dan membantu dengan bantuan yang di luar kemampuan mereka. Yaitu, ketika mereka mengeluarkan segala daya upaya dan minta bantuan kepada Allah I, jalan mana saja yang dituju akan mudah bagi mereka.
Setelah itu Allah I sempurnakan nikmat kepada Adam u dengan menciptakan Hawa, istrinya, dari dirinya dan jenisnya. Ini dimaksudkan agar tercapai ketenangan dan tujuan-tujuan lain seperti pernikahan, kebersamaan, dan adanya anak keturunan.
Allah I juga memperingatkan Adam dan istrinya untuk berhati-hati dari setan karena sesungguhnya setan adalah musuh bagi mereka berdua. Jangan sampai Iblis mengeluarkan Adam dan Hawa dari jannah (surga) Allah I. Ketika itu, Allah mempersilakan mereka makan buah-buahan apa saja yang ada di dalam jannah dan menikmati segala kenikmatan yang ada padanya, kecuali pohon tertentu yang dilarang Allah. Allah I katakan kepada mereka berdua:
“Dan jangan kalian dekati pohon ini sehingga kalian menjadi orang-orang yang dzalim.” (Al-A’raf: 19)
“Sungguh kamu tidak akan lapar padanya dan tidak telanjang, dan sungguh engkau tidak akan dahaga padanya dan tidak tertimpa panas matahari.” (Thaha: 118-119)
Maka keduanya tinggal di jannah selama dikehendaki Allah I dengan segala kenikmatannya. Akan tetapi musuh mereka berdua terus mengintai dan mencari kesempatan. Maka ketika setan melihat senangnya Adam di dalamnya dan keinginannya yang besar untuk tetap tinggal di dalamnya, setan datang dengan cara yang lembut seolah seorang yang jujur sedang menasehati, ia katakan: “Wahai Adam apakah engkau mau kutunjukkan sebuah pohon yang jika kamu memakannya kamu akan kekal di jannah ini dan akan langgeng kerajaan ini serta tidak akan rusak?”
Terus menerus ia rayu Adam u. Ia janjikan, ia bisikkan, ia berikan harapan dan seolah terus memberi nasehat padahal itu adalah penipuan yang besar. Hingga setan pun berhasil menipu mereka berdua dan akhirnya keduanya makan dari pohon terlarang itu.
Maka ketika makan, terlepaslah pakaian mereka berdua sehingga terlihat auratnya. Akhirnya keduanya cepat-cepat mengambil daun-daun jannah untuk menutupi badan mereka yang telanjang sebagai pengganti pakaian mereka. Seketika itu pula nampak hukuman Allah I atas maksiat yang mereka lakukan, lalu Allah I menyeru mereka berdua:
“Tidakkah Aku telah melarang kalian berdua makan dari pohon ini dan Aku katakan kepada kalian berdua sungguh setan adalah musuh yang nyata buat kalian berdua.” (Al-A’raf: 22)
Kemudian Allah tumbuhkan pada hati mereka taubat yang sungguh-sungguh.
“Adam memperoleh beberapa kalimat dari Rabb-nya.” (Al-Baqarah: 37)
Maka keduanya berkata:
“Wahai Rabb kami, sungguh kami telah berbuat dzalim pada diri kami, jikalau Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami, benar-benar kami akan menjadi orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf: 23)
Maka Allah terima taubat mereka dan Allah hapus dosa yang telah menodai mereka. Akan tetapi keluar dari jannah jika mereka memakan dari pohon itu, sudah menjadi keputusan yang pasti sehingga keluarlah mereka ke bumi yang kebaikannya dicampuri dengan keburukannya, kesenangannya dicampuri dengan kesusahannya.
Allah kabarkan kepada keduanya bahwa Allah I pasti akan memberikan cobaan pada keduanya dan anak cucunya, serta orang-orang yang beriman. Yang beramal shalih akan mendapatkan balasan yang baik, sebaliknya yang mendustakan lagi berpaling, akibatnya adalah kesengsaraan yang abadi dan adzab yang kekal. Allah I ingatkan anak cucu Adam tentang hal itu, firman-Nya:
“Wahai anak Adam jangan sekali-kali kalian dapat ditipu oleh setan seperti telah mengeluarkan ayah ibu kalian dari jannah, ia tanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya aurat. Sesungguhnya ia dan pengikutnya melihat kamu dari sesuatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)
Allah I kemudian mengganti pakaian yang ditanggalkan oleh setan dari Adam dan Hawa dengan pakaian yang menutupi aurat mereka dan menghiasi mereka secara lahir.
Juga dengan pakaian yang lebih baik dari itu yaitu pakaian ketakwaan, yakni pakaian hati dan rohani dengan iman, keikhlasan, taubat dan hiasan dengan segala akhlak yang indah serta menanggalkan segala akhlak yang hina. Dari Adam u dan istrinya, Allah I tebarkan anak turun yang banyak, laki-laki maupun perempuan di muka bumi. Allah ganti mereka generasi demi generasi untuk Dia lihat apa yang mereka lakukan.
Faidah yang Dipetik
1. Allah I jadikan kisah itu sebagai ibrah untuk kita yaitu bahwa sesungguhnya sombong, dengki, dan ambisi merupakan akhlak yang berbahaya buat seorang hamba. Kesombongan dan kedengkian Iblis membawanya kepada apa yang kita lihat. Demikian juga keinginan kuat Adam u dan istrinya mengantarkan mereka memakan buah pohon larangan Allah. Kalaulah rahmat Allah I tidak segera menyelamatkan, sungguh perbuatan mereka itu akan menyampaikan kepada kebinasaan. Akan tetapi rahmat-Nya segera menyempurnakan yang kurang, memperbaiki yang rusak, menyelamatkan yang binasa dan mengangkat yang telah jatuh.
2. Kisah Adam ini membantah teori evolusi Darwin, bahwasanya manusia berasal dari kera.
3. Seseorang yang terjatuh dalam perbuatan dosa, agar cepat-cepat bertaubat kepada Allah dan mengucapkan sebagaimana yang diucapkan Adam dan Hawa, karena Allah menyebutkan kisah tersebut untuk kita teladani.
Wallahu a’lam.
Sumber Bacaan:
Taisir Al-Lathifil Mannan, karya Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di
No comments:
Post a Comment