Translate this blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Tuesday, 9 October 2012

Kisah Nabi Isa dan Ibunya

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib)

Dengan kekuasaan Allah I, lahirlah ‘Isa dari rahim Maryam yang tidak pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.
Tatkala mereka melihat hal ini (Maryam mempunyai bayi), padahal mereka tahu bahwa Maryam belum menikah, mereka pun memastikan bahwa anak itu tentunya lahir dari hubungan yang tidak benar. Allah I menceritakan:
“Kaumnya berkata: ‘Hai Maryam, sungguh kamu benar-benar telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sama sekali bukanlah pezina.’ Maka Maryam menunjuk kepada anaknya.” (Maryam: 27-29)

Sebagaimana dia diperintahkan. Lalu berkatalah orang-orang yang mengingkari Maryam (sebagaimana firman Allah I):
“Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Ketika itu Nabi ‘Isa u baru berusia beberapa hari sejak dilahirkan ibunya. Firman Allah I menerangkan bagaimana Nabi ‘Isa menjawab pertanyaan mereka:
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada. Dia memerintahkan kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. Dan (memerintahkan pula agar) aku berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikan aku orang yang sombong lagi celaka. Kesejah-teraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Maryam: 30-33)
Perkataan yang diucapkan saat beliau masih sebagai bayi yang baru lahir ini, merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah I, sekaligus bukti kerasulan beliau. Dan beliau hanyalah seorang hamba Allah I. Tidak seperti yang dipahami oleh orang-orang Nasrani (Kristen).
Akhirnya terlepaslah ibunya dari tuduhan buruk ini. Karena seandainya Maryam mendatangkan seribu saksi atas kesuciannya dalam keadaan seperti ini, belum tentu manusia akan menerima pembelaannya. Akan tetapi ucapan ini keluar dari Nabi ‘Isa u yang masih dalam buaian, sehingga hilanglah semua keraguan yang ada di dalam hati siapapun.
Setelah kejadian ini, manusia pun terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan pertama: yang beriman dan membenarkan ucapan beliau serta tunduk kepadanya setelah dia menjadi nabi. Mereka inilah yang beriman dengan sebenarnya.
Golongan kedua: yang melampaui batas, yaitu orang-orang Nasrani. Mereka mengemukakan suatu pernyataan yang sudah dikenal, yaitu memposisikan Nabi ‘Isa u sebagai Rabb. Maha Suci Allah I dari ucapan dusta mereka.
Golongan ketiga: yang mengingkari dan menentangnya, yaitu orang-orang Yahudi. Mereka melemparkan tuduhan kepada ibunya. Padahal Allah I telah membersihkannya dari tuduhan itu dengan sebersih-bersihnya.
Oleh karena itulah, Allah I berfirman:
“Maka berselisihlah golongan-golongan yang ada di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar (kiamat).” (Maryam: 37)
Ketika Allah I mengutusnya kepada Bani Israil, sebagian ada yang beriman kepadanya, namun banyak pula yang mengingkarinya. Beliau memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Allah I dan berbagai keajaiban. Beliau membuat bentuk (burung) dari tanah lalu meniupnya, maka jadilah seekor burung yang hidup dengan seizin Allah I. Dia menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya, orang yang berpenyakit sopak (belang), serta menghidupkan orang mati dengan seizin Allah I. Beliau juga mengabarkan kepada Bani Israil apa yang mereka makan dan mereka simpan di rumah-rumah mereka.
Namun demikian, musuh-musuh beliau justru ingin membunuhnya. Maka Allah I menjadikan kemiripan (fisik) pada salah seorang Hawariyyin1 (shahabatnya -yakni yang khianat) atau orang lain. Allah I mengangkat beliau kepada-Nya serta menyucikannya dari upaya pembunuhan. Akhirnya mereka menangkap orang yang diserupakan Allah I sebagai Nabi ‘Isa, lalu membunuh dan meletakkannya di tiang salib. Mereka telah melakukan dosa dan kejahatan yang sangat besar.
Orang-orang Nasrani (Kristen) mem-benarkan dan mempercayai hal ini, bahkan meyakini bahwa mereka telah membunuh dan menyalibnya. Namun Allah I menyu-cikan beliau dari semua keadaan ini, firman Allah I:
“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh) adalah orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka.” (An-Nisa 157)
Nabi ‘Isa u berdakwah di tengah-tengah Bani Israil, mengabarkan berita gembira akan risalah dan kedatangan Nabi Muhammad n. Namun setelah Nabi Muhammad n datang kepada mereka padahal mereka telah mengenalnya (melalui Taurat dan Injil) sebagaimana mengenal anak-anak mereka sendiri, ()  mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata). Ucapan ini pula yang mereka katakan tentang Nabi ‘Isa u. Allah I berfirman:
“Maka berkatalah orang-orang kafir di antara mereka: ‘Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata’.” (Al-Ma`idah: 110)
Beberapa Pelajaran dari Kisah Ini
1. Nadzar itu telah disyariatkan sejak umat sebelum kita. Nabi n bersabda mengenai masalah ini:
“Barangsiapa bernadzar untuk taat kepada Allah maka hendaklah dia menaati-Nya. Dan barangsiapa bernazar hendak durhaka kepada Allah, maka janganlah dia mendurhakai-Nya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dari ‘Aisyah x)
2. Termasuk kenikmatan yang Allah I berikan kepada seseorang adalah dia berada di bawah pengawasan atau pemeliharaan orang yang shalih. Karena seorang pembimbing dan pengawas mempunyai pengaruh sangat besar dalam kehidupan orang yang dibimbing dan yang berada di bawah pengawasannya. Baik akhlak maupun adab sopan santunnya. Karena itulah diperintahkan bagi para pendidik atau pembimbing untuk memperhatikan pendidikan yang baik, selalu memberikan dorongan untuk berakhlak yang baik, dan memperingatkan agar menjauhi akhlak yang buruk kepada orang yang dibimbingnya.
3. Adanya karamah para wali Allah I. Dalam kisah ini, Allah I memberikan kemuliaan (karamah) kepada Maryam dengan beberapa perkara:
q Allah I memberinya jalan untuk berada di bawah bimbingan dan pengawasan Nabi Zakariya u setelah terjadi perselisihan mengenai urusannya.
q Allah I memuliakannya dengan rizki yang selalu datang dari Allah I untuk dirinya tanpa suatu sebab yang wajar.
q    Allah I memuliakannya dengan adanya ‘Isa u yang dilahirkannya dan ucapan malaikat kepadanya, juga perkataan Nabi ‘Isa u yang masih dalam buaian, yang kesemua itu menenteramkan hatinya. Jadi, terkumpul dalam masalah ini karamah seorang wali dan mu’jizat seorang Nabi.
4. Dikisahkan beberapa ayat (tanda kekuasaan) Allah I yang demikian besar yang Allah I berikan kepada Nabi ‘Isa u. Seperti menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit buta serta sopak, dan sebagainya.
5. Kemuliaan yang Allah I berikan kepada Nabi ‘Isa u dengan menjadikan Hawariyin dan para pembela, baik ketika beliau masih hidup maupun sesudah meninggalnya, yang menyebarluaskan dakwah dan membela agamanya. Oleh karena itu, bertambahlah pengikutnya. Di antara mereka ada yang tetap beragama dengan lurus, yaitu mereka yang beriman kepadanya secara hakiki, beriman pula kepada para Rasul.
Di antara mereka ada pula yang menyimpang, yaitu orang-orang yang melampaui batas terhadapnya. Merekalah mayoritas manusia yang mengaku-aku sebagai pengikut Nabi ‘Isa, padahal sesungguhnya mereka adalah orang yang paling jauh darinya.
6. Allah I memuji Maryam sebagai seorang wanita yang sempurna sikap tashdiq-nya (beriman dan membenarkan). Yakni, dia membenarkan dan beriman kepada semua firman (kalimat) Rabbnya, Kitab-Kitab-Nya, dan dia termasuk orang-orang yang taat. Sifat ini tentu saja menunjukkan pula bahwa dia adalah seorang wanita yang mempunyai ilmu yang kokoh (rasikh), ibadah yang tidak pernah berhenti, dan khusyu’ (tunduk) kepada Allah I. Dan Allah I telah memilih dan melebihkannya di atas sekalian wanita di dunia ini.
7. Diterangkannya kisah ini atau berita lainnya kepada Nabi Muhammad n secara terperinci dan sesuai dengan kenyataannya, merupakan bukti-bukti risalah dan tanda-tanda kenabian beliau n. Sebagaimana firman Allah I:
“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (hai Muhammad).” (Ali ‘Imran: 44)
(Diambil dari Taisirul Lathifil Mannan karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t)
Catatan Kaki:
1 Hawariyyun adalah sahabat-sahabat Nabi ‘Isa u yang berjumlah duabelas orang. Wallahu a’lam. (pen)


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar)
Allah I telah menentukan kelahiran Nabi Isa u diiringi dengan berbagai kejadian yang luar biasa. Diantaranya beliau lahir tanpa perantara seorang bapak dan ketika masih bayi mampu berbicara sebagaimana orang dewasa. Keadaan ini menimbulkan sikap ghuluw (melampaui batas) orang-orang Nasrani kepada Nabi Isa u, bahkan menjadikan beliau sebagai tuhan (sesembahan). Di sisi lain, orang-orang Yahudi tidak mau beriman dengan apa yang ada pada Nabi Isa u. Sikap yang benar adalah mengimani apa yang ada pada Nabi Isa u dan tetap menempatkan beliau sebagaimana yang Allah tetapkan, yaitu sebagai salah satu Nabi dan Rasul-Nya.
Istri ‘Imran, seorang pembesar dan pemimpin yang berkedudukan tinggi di kalangan Bani Israil, pernah bernazar ketika melihat kehamilannya semakin jelas. Ia akan menyerahkan anak yang nanti dilahirkannya ini kepada Baitil Maqdis, sebagai pelayan bagi rumah Allah yang senantiasa siap sedia beribadah kepada Allah. Waktu itu, istri ‘Imran mengira, yang tengah dikandungnya adalah bayi laki-laki. Ketika melahirkan, dia meminta udzur kepada Allah sembari mengadukan keadaannya, sebagaimana Allah ceritakan:
“Wahai Rabbku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan. Dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.” (Ali ‘Imran: 36)
Yakni, bahwa seorang laki-lakilah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan menjadi pelayan bagi Baitil Maqdis.
“Dan sesungguhnya aku menamainya Maryam dan aku memohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada Engkau dari (gangguan) setan yang terkutuk.” (Ali ‘Imran: 36)
Dia menyerahkannya dalam perlin-dungan Allah dari musuhnya dan musuh anak keturunannya. Ini merupakan awal perlindungan dan pemeliharaan Allah kepadanya. Sebab itulah Allah menyem-purnakan perlindungan itu di dunia.
“Maka Rabbnya menerimanya dengan penerimaan yang baik”, artinya Allah menenangkan hati ibunya, sehingga di sisi Allah dia mendapat penerimaan yang sangat besar daripada laki-laki. Allah I berfirman:
“Dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Dia menjadikan Zakariya sebagai pemeliharanya.” (Ali ‘Imran: 37)
Di sini Allah menggabungkan pendi-dikan jasmani dan rohani bagi Maryam, di mana Dia mentakdirkan yang menjadi pemeliharanya adalah nabi yang mulia di kalangan Bani Israil ketika itu. Karena, ketika ibu Maryam membawanya kepada pengurus Baitul Maqdis, mereka berselisih tentang siapa yang berhak memelihara Maryam, karena dia adalah puteri pemim-pin mereka. Kemudian mereka melakukan undian dengan melemparkan pena mereka. Akhirnya yang terpilih menjadi pemelihara-nya adalah Nabi Zakariya sebagai rahmat baginya dan bagi Maryam.
Nabi Zakariya memelihara Maryam dengan sebaik-baiknya. Allah menolongnya dalam pemeliharaan itu dengan karamah yang besar dari sisi-Nya. Maryam tumbuh dengan sempurna sebagai wanita yang shalihah dan membenarkan (beriman). Dia senantiasa tekun beribadah kepada Rabbnya dan tidak pernah keluar dari mihrabnya. Tiap kali Nabi Zakariya menemui Maryam di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisi Maryam. Nabi Zakariya bertanya, “Dari mana kamu memperoleh makanan ini?” Karena saat itu tidak ada pemelihara Maryam selain Nabi Zakariya sendiri. Allah I menerangkan jawaban Maryam:
“Makanan ini dari sisi Allah. Sesung-guhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (Ali ‘Imran: 37)
Maksudnya, rizki Allah itu datang dengan cara yang sudah diketahui sebagai-mana biasa atau dengan cara lain. Allah I Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Melihat hal ini, Nabi Zakariya segera teringat betapa Rabbnya Maha Lembut dan diapun segera mengharapkan rahmat-Nya. Nabi Zakariya pun berdoa kepada Allah memohon agar Dia menganugerahkan seorang anak kepadanya sebagai pewaris ilmu nubuwah yang ada pada dirinya dan menggantikannya memimpin dan mendidik serta membimbing Bani Israil.
Allah I berfirman mengisahkan:
“Kemudian Malaikat memanggil Zakariya ketika dia sedang berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): ‘Sesungguhnya Allah memberi berita gembira kepadamu dengan kelahiran Yahya, yang membenarkan kalimat yang datang dari Allah’.” (Ali ‘Imran: 39)
Kalimat yang dimaksud adalah Nabi ‘Isa u. Kemudian  (Dan menjadi ikutan), yakni kedudukannya sangat mulia di sisi Allah dan di tengah-tengah manusia, di mana Allah telah menanamkan pada dirinya akhlak yang terpuji dan ilmu-ilmu yang agung serta amalan yang shalih.  (Menahan diri), artinya, menjaga dirinya dengan perlindungan Allah dari berbagai kemaksiatan.
Allah mensifatinya sebagai seorang yang mendapat taufik kepada semua kebaikan dan perlindungan dari berbagai kekeliruan serta penyimpangan, di mana hal ini adalah puncak kesempurnaan seorang manusia. Nabi Zakariya merasa takjub akan berita ini. Allah I menyebutkan hal ini:
“Zakariya berkata: ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku bisa mempunyai anak sedangkan isteriku adalah seorang yang mandul dan aku sendiri telah mencapai usia yang sangat tua?’ Dia berkata: ‘Demikianlah.’ Rabbmu berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku. Dan Aku telah menciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu belum ada sama sekali’.” (Maryam: 9)
Ini lebih menakjubkan daripada kehamilannya di saat usiamu sudah sangat tua dan dia dalam keadaan mandul. Karena kegembiraan dan besarnya keinginan beliau agar hal itu benar-benar terbukti dan lebih menenteramkan hatinya, beliau pun berdoa. Firman Allah I:
“Zakariya berkata: ‘Wahai Rabbku, berilah aku suatu tanda’.” (Maryam: 10)
Suatu tanda yang menunjukkan kepadaku akan kelahiran seorang anak bagiku. Allah I mengatakan:
“Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak berbicara dengan manusia selama tiga malam (padahal kamu sehat).” (Maryam: 10)
“Dan sebutlah (nama) Rabbmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah setiap pagi dan petang.” (Ali ‘Imran: 41)
Semua ini adalah ayat (tanda kekua-saan) Allah yang terbesar. Dia terhalang untuk berbicara padahal hal itu merupakan perbuatan yang mudah dilakukan setiap orang yang sehat sempurna. Namun di sini, dia tidak mampu berbicara dengan siapapun kecuali dengan isyarat, sedangkan lisannya senantiasa berzikir menyebut (nama) Allah, bertasbih, dan bertahmid. Pada saat itu semakin lengkaplah berita gembira yang datang dari Allah ini, dan beliau pun mengetahui bahwa hal ini pasti terjadi.
Tak lama kemudian isterinya melahir-kan seorang anak laki-laki yang diberi nama Yahya. Allah menumbuhkannya dengan cara yang menakjubkan. Di saat masih kecil, beliau sudah mulai belajar. Bahkan di usia itu pula beliau sudah mahir dengan berbagai cabang ilmu. Oleh sebab inilah Allah I mengatakan:
“Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi dia masih kanak-kanak.” (Maryam: 12)
Bahkan ada yang berpendapat (berda-sarkan ayat ini), Allah telah mengangkat beliau menjadi nabi ketika dia masih kanak-kanak. Sebagaimana Allah telah meng-anugerahkan kepadanya ilmu yang agung, Allah juga memberinya anugerah dengan sifat-sifat yang sangat sempurna. Allah I berfirman:
“Rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian. Dan dia adalah seorang yang bertakwa. Dia banyak berbakti kepada kedua ibu bapaknya, dan bukanlah dia orang yang sombong lagi durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari dia dilahirkan dan pada hari dia meninggal dunia dan pada hari dia dibangkitkan kembali.” (Maryam: 13-15)
Yang tersirat dari sifat-sifat ini, bahwa beliau adalah orang yang sangat memper-hatikan hak-hak Allah, hak kedua ibu bapaknya dan hak-hak orang lain. Sesung-guhnya Allah pasti akan memperbaiki kesudahannya dalam semua keadaannya.
Adapun Maryam, dia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Benar-benar menyerahkan diri untuk beribadah kepada Allah. Firman Allah I:
“Lalu ia membuat hijab (tabir yang menutupi) dari mereka.” (Maryam: 16)
Agar tidak ada seorangpun yang mengganggu kesibukannya beribadah. Kemudian Allah I mengutus Ruhul Amin yaitu Jibril kepadanya dalam bentuk seorang laki-laki yang sempurna. Maryam menyang-ka laki-laki itu ingin berbuat jahat terhadap dirinya. Diapun berkata:
“Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah Yang Maha Pengasih dari (kejahatan)mu, jika kamu seorang yang bertakwa.” (Maryam: 18)
Maryam bertawassul kepada Allah agar Dia memelihara dan melindunginya. Dan iapun mengingatkan kepada orang (malaikat) itu kewajiban bertakwa bagi setiap muslim yang takut kepada Allah. Hal ini adalah sikap wara’ (hati-hati) yang tinggi dari Maryam yang mengkhawatirkan akan terjerumus ke dalam fitnah (perbuatan dosa). Kemudian Allah melepaskannya dari keadaan ini dan mensifatkannya sebagai seorang wanita yang mempunyai ‘iffah (kemuliaan) yang sempurna. Allah juga sebutkan bahwa dia adalah wanita yang tahu menjaga kehormatannya.
Allah I berfirman:
“Jibril berkata kepadanya: ‘Sesungguh-nya aku hanyalah seorang utusan Rabbmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.’ Maryam berkata: ‘Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, padahal tidak seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina.’ Jibril berkata: ‘Demikianlah. Rabbmu berfirman: Hal tu adalah mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya sebagai suatu tanda bagi manusia dan rahmat dari Kami’.” (Maryam: 19-21)
Yakni, sebagai rahmat dari Allah buat dirinya, buat engkau dan seluruh manusia.
Allah I melanjutkan firman-Nya:
“Hal itu adalah suatu perkara yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 21)
Maka janganlah engkau merasa heran terhadap apa yang telah ditentukan dan ditakdirkan-Nya. Selanjutnya:
“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu.” (Maryam: 22)
Maksudnya menyendiri di tempat yang jauh dari keramaian manusia. Firman Allah I:
“Ke tempat yang jauh.” (Maryam: 22)
Karena mengkhawatirkan tuduhan dan gangguan manusia. Allah I berfirman:
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksanya bersandar ke pangkal pohon kurma. Dia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan’.” (Maryam: 23)
Ini diucapkannya karena dia menyada-ri bahwa ini akan menjadi sasaran omongan orang banyak dan mereka tentunya tidak akan mempercayai ucapannya. Dia tidak atau belum mengetahui apa yang akan Allah perbuat terhadap dirinya. Allah I berfirman:
“(Seorang malaikat) memanggilnya dari arah bawahnya.” (Maryam: 24)
Ketika itu dia berada di tempat yang lebih tinggi, sebagaimana firman Allah I dalam ayat yang lain:
“Kami melindungi keduanya di suatu dataran tinggi yang terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.” (Al-Mu`minun: 50)
Firman Allah I:
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Rabbmu telah menjadikan anak sungai yang mengalir di bawahmu. Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu.” (Maryam: 24-25)
Tanpa engkau perlu bersusah payah memanjatnya. Kemudian Allah I berfir-man:
“Niscaya pohon tu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makanlah (kurma yang masak itu), dan minumlah (dari anak sungai itu) dan senangkanlah hatimu.” (Maryam: 25-26)
Yakni, bergembiralah dengan kelahiran puteramu ‘Isa u, agar hilang kesedihan dan rasa takutmu. Firman Allah I:
“Maka jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Rabbku Yang Maha Pemurah’.” (Maryam: 26)
Yaitu diam, tidak berbicara. Dan ketika itu, hal ini adalah amalan yang telah diten-tukan bagi mereka, di mana mereka beriba-dah dengan berdiam diri, tidak berbicara sepanjang hari. Sebab itulah kemudian diterangkan dalam ayat berikutnya:
“Bahwa aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (Maryam: 26)
Akhirnya tenanglah hatinya dan hilanglah kekhawatiran yang dia rasakan dalam dirinya.
Kemudian setelah habis masa nifas-nya, dia berbenah diri dan merasa cukup kuat setelah melahirkan ini (Kemudian dia membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya), terang-terangan tanpa rasa takut dan tidak perduli dengan apa yang akan terjadi.
(Diambil dari Taisirul Lathifil Mannan karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t)

No comments: