Translate this blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Thursday, 11 October 2012

Waktu Penyembelihan Hewan Qurban

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin)

1. Awal waktu
Awal waktu menyembelih hewan qurban adalah setelah shalat Ied secara langsung, tidak dipersyaratkan menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan shalat Ied, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran shalat Ied. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka diqadha pada waktunya bila qurbannya wajib karena nadzar. Atau dinilai sebagai daging biasa bila qurban yang sunnah serta diperbolehkan untuk menggantinya pada waktunya bila menghendaki.
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut:
a. Hadits Al-Bara` bin ‘Azib z, dia berkata: Rasulullah n bersabda:
مَنْ صَلىَّ صَلَاتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى
“Barangsiapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih hewan qurban seperti kami, maka telah benar qurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553)
Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali z riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang kisah Abu Burdah z yang menyembelih sebelum shalat. Rasulullah n bersabda:
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja.”
Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan:
وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang menyembelih (sebelum shalat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan qurban sedikitpun.”

2. Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan qurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib z, Al-Hasan Al-Bashri imam penduduk Bashrah, ‘Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auza’i imam penduduk Syam, Asy-Syafi’i imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412).
Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim  t sebagai berikut:
1. Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina.
2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq.
3. Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah.
4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya.
Rasulullah n bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ تَعَالَى
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah l.”
Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif z, dia berkata:
كَانَ الْـمُسْلِمُونَ يَشْرِي أَحَدُهُمُ الْأُضْحِيَّةَ فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَـحُهَا بَعْدَ الْأضْحَى آخِرَ ذِي الْحِجَّةِ
“Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan qurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298)
Al-Imam Ahmad t mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.

3. Menyembelih di waktu siang atau malam?
Tidak ada khilaf di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih qurban di waktu pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah l:
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih qurban di malam hari. Yang rajih adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu ‘Utsaimin t dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya, seperti kurang terkoordinir pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa.
Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja.
Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas c dengan lafadz:
نَهَى النَّبِيُّ n عَنِ الذَبْحِ بِاللَّيْلِ
“Nabi n melarang menyembelih di malam hari.”
Al-Haitsami t dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan: “Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.”
Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat Asy-Syarhul Kabir, 5/194)

No comments: